Koran Jakarta, 28 September 2009
JAKARTA - Stimulus perpajakan dinilai tidak efektif dalam mendorong industri dalam negeri. Ke depan, dunia usaha membutuhkan stimulus yang dapat langsung dimanfaatkan, seperti tarif listrik atau peremajaan mesin. "Menurut kami, insentif PPh DTP (Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah) atau BM DTP (Bea Masuk Ditanggung Pemerintah) tidak memenuhi sasaran. Jadi boleh dikatakan gagal," kata Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik, Kebijakan, dan Fiskal Kadin Indonesia Hariyadi B Sukamdani di Jakarta, Jumat (25/9).
Pada 2009, pemerintah memberikan insentif BM DTP sebesar 2,5 triliun rupiah dan PPh DTP 6,5 triliun rupiah. Sampai Agustus, penyerapan insentif BM DTP adalah sekitar 15 persen, sementara penyerapan PPh DTP masih sekitar 10 persen. "Bulan Oktober sudah dekat, sehingga sulit untuk menyerap insentif ini secara optimal. Oleh karena itu, harus ada evaluasi," kata Hariyadi.
Insentif perpajakan, lanjut Hariyadi, sudah terbukti tidak efektif karena minim dimanfaatkan dunia usaha. Ada proses birokrasi untuk memperoleh insentif tersebut, sehingga menghambat penyerapan oleh dunia usaha.
Oleh karena itu, tambah Hariyadi, dibutuhkan insentif yang bisa langsung dirasakan dunia usaha tanpa proses birokrasi. "Salah satunya adalah memberikan subsidi kepada PLN, agar tarif listrik tidak perlu dinaikkan," ujar dia.
Selama ini, menurut Hariyadi, dunia usaha dikenakan berbagai lapisan tarif listrik. "Kami dikenai tarif multiguna, daya maks, dan beban puncak. Jika ada tambahan subsidi ke PLN, maka kemungkinan kenaikan tarif-tarif tersebut bisa direduksi," kata dia.
Selain itu, kata Hariyadi, insentif yang bisa bermanfaat bagi dunia usaha adalah peremajaan mesin. "Departemen Perindustrian sudah pernah melakukan hal tersebut beberapa tahun lalu. Program ini terbukti cukup efektif, sehingga perlu diperluas," kata dia.
Pembangunan infrastruktur, kata Hariyadi, memang dapat mendorong dunia usaha. "Namun ternyata penyerapan stimulus infrastruktur juga masih minim. Oleh karena itu, belanja infrastruktur ke depan harus berdasarkan evaluasi pelaksanaan pada tahun ini," kata dia.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa mengatakan, insentif pajak masih dibutuhkan oleh dunia usaha. "Namun untuk memberi dampak stimulus, harus ada anggaran untuk program yang dapat menciptakan lapangan kerja secara masif dan mendorong daya beli masyarakat," kata dia.
JAKARTA - Stimulus perpajakan dinilai tidak efektif dalam mendorong industri dalam negeri. Ke depan, dunia usaha membutuhkan stimulus yang dapat langsung dimanfaatkan, seperti tarif listrik atau peremajaan mesin. "Menurut kami, insentif PPh DTP (Pajak Penghasilan Ditanggung Pemerintah) atau BM DTP (Bea Masuk Ditanggung Pemerintah) tidak memenuhi sasaran. Jadi boleh dikatakan gagal," kata Wakil Ketua Bidang Kebijakan Publik, Kebijakan, dan Fiskal Kadin Indonesia Hariyadi B Sukamdani di Jakarta, Jumat (25/9).
Pada 2009, pemerintah memberikan insentif BM DTP sebesar 2,5 triliun rupiah dan PPh DTP 6,5 triliun rupiah. Sampai Agustus, penyerapan insentif BM DTP adalah sekitar 15 persen, sementara penyerapan PPh DTP masih sekitar 10 persen. "Bulan Oktober sudah dekat, sehingga sulit untuk menyerap insentif ini secara optimal. Oleh karena itu, harus ada evaluasi," kata Hariyadi.
Insentif perpajakan, lanjut Hariyadi, sudah terbukti tidak efektif karena minim dimanfaatkan dunia usaha. Ada proses birokrasi untuk memperoleh insentif tersebut, sehingga menghambat penyerapan oleh dunia usaha.
Oleh karena itu, tambah Hariyadi, dibutuhkan insentif yang bisa langsung dirasakan dunia usaha tanpa proses birokrasi. "Salah satunya adalah memberikan subsidi kepada PLN, agar tarif listrik tidak perlu dinaikkan," ujar dia.
Selama ini, menurut Hariyadi, dunia usaha dikenakan berbagai lapisan tarif listrik. "Kami dikenai tarif multiguna, daya maks, dan beban puncak. Jika ada tambahan subsidi ke PLN, maka kemungkinan kenaikan tarif-tarif tersebut bisa direduksi," kata dia.
Selain itu, kata Hariyadi, insentif yang bisa bermanfaat bagi dunia usaha adalah peremajaan mesin. "Departemen Perindustrian sudah pernah melakukan hal tersebut beberapa tahun lalu. Program ini terbukti cukup efektif, sehingga perlu diperluas," kata dia.
Pembangunan infrastruktur, kata Hariyadi, memang dapat mendorong dunia usaha. "Namun ternyata penyerapan stimulus infrastruktur juga masih minim. Oleh karena itu, belanja infrastruktur ke depan harus berdasarkan evaluasi pelaksanaan pada tahun ini," kata dia.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa mengatakan, insentif pajak masih dibutuhkan oleh dunia usaha. "Namun untuk memberi dampak stimulus, harus ada anggaran untuk program yang dapat menciptakan lapangan kerja secara masif dan mendorong daya beli masyarakat," kata dia.
0 comments:
Posting Komentar